Photo: Sinabung Mt |
Masih
kental dibenak saya, ketika kali terakhir saya dan kawan-kawan pendaki mendaki
puncak tertinggi gunung itu. Ya tepat pada bulan Agustus 2011 silam, saya
pijakkan lagi tanah Karo Lau Kawar , Berastagi
Sumatera Utara tepat lokasi Gunung Sinabung berada. Hampir tiap tahun saya
selalu mengadakan pendakian kesana dan untuk setiap momen tak akan pernah bisa
terbayar oleh apapun. Pendakian
kami yang paling akhir itu, tergolong
belum seberapa
bila dibandingkan dengan pendakian-pendakian yang sebelumnya. Mungkin hal yang paling menarik dari
perjalanan mengarungi belantara itu adalah pendakian yang kami lakukan ketika
mentari masih tertidur dan udara masih sangat menusuk hingga ke tulang.
Photo: At the Top of Sinabung Mt |
Photo: At Kawar_The Slope of Sinabung |
Gunung Sinabung adalah
salah satu gunung berapi yang masih aktif di Sumatera Utara. Gunung ini
memiliki ketinggian sekitar ±2.460 meter diatas permukaan laut. Gunung ini
menjadi puncak tertinggi di Sumatera Utara. Karakteristik trackingnya yang
cukup sulit menjadikannya sebagai salah satu areal strategis pendakian. Dengan jarak tempuh
sekitar ±4-5 jam, kita sudah sampai di puncak tertinggi Sumatera Utara itu. Namun
untuk mencapai kepuncak dalam kurun waktu yang sedemikian tidaklah mudah. Butuh
tenaga ekstra untuk mencapai setiap shelter-shelter yang telah bertanda itu.
Sepanjang jalur daki, kita akan menemukan pembagian shelter yang terdiri dari 4 shelter. Setiap shelter memiliki tipe
trackingnya tersendiri yang menambah gereget untuk mengerahkan seluruh tenaga
demi pencapaian puncak tertinggi itu.
Pengalaman
pendakian tahun 2011 silam memang sangat seru. Dengan berbalutkan oleh gertakan
gigi sebab dinginnya tekanan udara, ditambah dengan rintik hujan dan angin
kencang yang menghadang kami ketika hampir mencapai puncak itu, menjadikan
petualangan kala itu semakin lengkap. Tak ada kelompok lain yang kami temukan
disana, ya hanya kami yang serasa diberi kebebasan penuh menikmati keindahan
itu. Rasa lelah yang menyerang kami bukanlah apa-apa dibandingkan dengan rasa
puas yang kami rasakan ketika sudah sampai menginjakkan kaki dipuncak tertinggi
itu. Seakan segala letih itu sirna dan runtuh seketika dibawa terbang oleh
angin kencang pagi itu.
Photo: Was taking a picture before hike |
Penggalan
cerita itu akan tetap menjadi referensi pendakian yang pernah saya lakukan, ketika penggalan cerita yang
lain masih terus menunggu untuk dituliskan. Ya, momen yang takkan pernah
terlupa kala pendakian perdana saya ke Sinabung.
Waktu itu ditahun 2009 silam, ketika rombongan kami yang terdiri dari 27 orang
siap sedia menikmati petualangan itu. Pengalaman yang satu ini justru
sangat-sangat dramatis dan penuh tragedi. Pendakian ini adalah pendakian yang
pertama kali buat saya, benar-benar buta akan Sinabung dan trackingnya yang
cukup berat. Dengan penuh keyakinan dan semangat, saling membantu dan saling
berbagi adalah kunci ampuh untuk menghadapi segala rintangan hutan belantara
itu.
At Tent in a night long with an extremely wild wind |
Tragedi
pertama itu terjadi begitu saja, ketika kami bergegas turun dari puncak setelah
menghabiskan semalaman penuh menikmati angin malam, bintang-bintang dan bulan
serta suasana baru tidur ditenda dengan susunan yang sedemikian padat dan
pengap dan dinginnya udara. Ketika itu, seorang teman (wanita) rombongan kami,
mengalami keram kaki dan tak lagi sanggup melangkah menapaki jalan turun hutan
belantara itu. Yang hingga akhirnya benar-benar tak lagi mampu sama sekali
bergerak. Waktu sudah menunjukkan petang, senja sudah hampir tenggelam.
Sementara saya dan teman-teman sudah sampai dikaki gunung, membereskan segala
perlengkapan untuk lekas pulang setibanya seluruh kru. Namun nyatanya hal itu
menjadi awal tragedi. Ternyata dia tak sanggup lagi menuruni shelter 2 yang
tergolong tracking yang cukup berat. Dengan kondisi demikian, pemandu kami yang
waktu itu masih tinggal dibarisan belakang terpaksa mengerahkan segenap
tenaganya dengan menggendong sendiri teman itu. Wah..luar biasa!
Waktu
semakin larut dan menunjukkan pukul 2 subuh yang berarti sudah sejak pukul 6 sore hingga subuh mereka masih
berada ditengah-tengah hutan – digunung itu, kami yang sudah tiba dilereng
gunung dan berkumpul ditenda tentunya sangat risau dan gusar. Berpikir hal-hal
yang tragis terjadi dengannya. Setiap orang gelisah dan terus menanti tibanya
mereka dengan kabar berita yang baik. Entah bagaimana tragedi itu terlewatkan,
dengan tracking yang sangat sulit dan berat, dengan kaki yang tak lagi mampu
melangkah dan dengan rasa lelah dan serangan lapar kawan-kawan pendaki yang
membantunya turun tentunya menambah tragis dan berjuangnya mereka menyelamatkan satu jiwa keluar
dari rimba.
Ditengah malam, dihutan yang lebat dan tentu gelap.
Benar-benar
diluar dugaan, itu adalah sebuah kejutan yang tak disangka-sangka akan membumbui cerita petualangan kami.
Foto: 1) Sinabung from The very Peak and 2)
Packing to go home
Waktu
terus berjalan, satu jam sudah berlalu, huru hara terjadi diluar tenda dan penanggungjawab gunung dilokasi itupun
mulai buka suara dengan kejadian itu. Banyak orang-orang disekitar lereng
gunung yang terus memperbincangkannya
Dan kami hanya diam menanti
hingga tepat pukul 3 pagi lampu-lampu pijar mulai tampak dari kejauhan,
perlahan dan sunyi. Beberapa waktu berselang akhirnya mereka tiba dengan
kondisi yang sangat memprihatinkan. Seluruh pakaian dan badan tampak berlumur
becek, wajah lusuh dan kantuk, dahaga dan lelah menjadi hasil akhir dari
perjuangan mempertaruhkan nyata dihutan belantara Sinabung.
Foto: Shelter 4 is called PANDAN
Tragedi itu tidak
seperti kejadian tragis yang kami pikirkan. Teman kami (wanita) itu selamat
tanpa kekurangan suatu apapun. Mereka para pendaki (pria-pria) tangguh itu
adalah penyelamat dan gunung sinabung telah memberikan pembelajaran tentang alam dan persahabatan.
Disana kami saling meneguhkan, disana kami saling berbagi suka, duka dan beban.
Sinabung yang menghantarkan saya menjadi pribadi yang lebih mencintai ciptaan,
mencintai sesama melalui harmoni kehidupan yang saling bergandengan. Dan
akhirnya tantangan petualangan itu tuntas sudah.
Disana,
digunung kita akan menemukan sejuta kejutan yang terjadi diluar dari apa yang
kita pikirkan dan rencanakan. Baik kondisi cuaca, kondisi tracking maupun jalinan
persahabatan diantara pendaki dituliskan disana dengan skenarionya tercatat lengkap di “Gunung”. Pun dalam peristiwa pendakian di tahun 2010 silam tercatat lengkap bagaimana kami berjuang
menghadapi badai dipuncak ketika memutuskan
untuk
berkemah menghabiskan malam.
Benar-benar ekstrem!
Dengan
kejadian-kejadian yang berbeda disetiap pengalaman pendakian, saya semakin
meyakini benar bahwa alam pun punya kuasa untuk melakukan segala sesuatu.
Manusia hanyalah mahluk kecil dibandingkan dengan gunung yang tegak berdiri teguh
itu. Dan alam adalah bagian dari manusia yang tak akan dapat terpisahkan satu dengan yang lain.
Photo: The Very Peak of Sinabung |
Photo: Before Hike at mid night |
Foto: Arrive in the slope of the Mt
Dengan itu kita sadari
benar bahwa kita adalah manusia yang lemah, yang tak akan sanggup melawan
ketika alam sudah bertindak. Nah, diakhir tulisan ini saya dengan segenap hati
mengikrarkan akan kecintaan saya akan gunung - dengan sejuta kejutannya karena
dari sanalah awal saya untuk menemukan sejatinya pribadi saya. Sinabung sudah
menjadi legenda yang telah dituliskan oleh tangan-tangan yang rajin untuk
menulis tentangnya, sebagai ingatan kolektif dan ruh dari kenangannya. Selamat
menempuh petualangan-petualangan berikutnya di gunung dan semoga tulisan ini
berguna sebagai referensi dan pengetahuan akan dunia pendakian bagi setiap
pencinta Alam. Salam Bumi!Salam Indonesia!***
By: Lori Mora