Senja di Pulau Umang-Umang |
Setelah sejenak beristirahat, kami dijadwalkan
segera bertolak ke Pulau Umang-Umang. Yuhuu. Petualangan kedua segera menyusul
setelah makan siang.
Waktu menunjukkan pukul tiga sore. Dan
kami sudah berkumpul di Dermaga Sebesi untuk bertolak menuju Pulau
Umang-Umang. Awalnya aku tak tahu nama pulau yang kami tuju ini. Namun letaknya
yang hanya sekitar 15 menit dari Pulau Sebesi membuat perjalanan ini menjadi
terasa tidak membosankan, seperti saat perjalanan awal kami. Minimnya hiburan
memang akan membuat perjalanan di atas kapal terasa sangat membosankan. Jadi akan
lebih baik jika pengunjung mencari kesibukan lain, misalnya tidur.
Keinginan itu tetap saja terbendung
dalam. “Andai saja kapal ditepikan tepat pada
tepi pantai yang setidaknya bisa dijalani setinggi lutut, tak akan ku
sia-siakan tempat indah ini untuk dijelajahi,” pikirku dalam hati. Aku terpesona, sungguh! Pemandangan di
sore hari tampaknya sangat komplit. Ada gugusan gunung Sebesi tepat di depan
Pulau Umang-Umang, lalu di sisi kanannya terdapat pulau kecil berpasir putih. Matahari
sore pelan-pelan mulai terbenam di sebelah Barat, tepat di sisi kanan gunung Sebesi. Kami pun
memanfaatkan momen itu berpose di atas kapal dengan pancaran siluet sore menghadap
matahari yang pelan-pelan tenggelam. Sementara orang-orang di bawah sana menikmati
keindahan bawah laut Pulau Umang-Umang dengan penuh riak keceriaan.
Setiba di Pulau Umang-Umang, aku yang
sebelumnya bertekat tak ingin ceburan bahkan terpesona dengan keelokan pantai
pasirnya. Bukan cuma itu, disekitar tepi terdapat bongkahan batu besar yang cocok
sekali digunakan sebagai spot untuk berpose. Yang lainnya pasti sependapat
denganku bahwa Pulau Umang memang punya keindahan tersendiri yang tak kalah
dari Pulau Sabuku Kecil.
Dan sudah waktunya pulang, ombak semakin
kencang menghempas kapal. Sore itu kami bahagia menikmati sesuatu yang kami
jarang dapatkan di kota.
Malam
Pelepasan Lampion & BBQ momen
Asap pemanggangan ikan sudah terasa hingga ruang rumah penduduk yang kami tumpangi. Wangi sekali! Rasa lapar sudah mulai membungkah. Berhubung makan malam dirangkap dengan BBQ, kami pun tetap sabar menanti waktu makan yang bakal larut malam. Sebelum bersantap, kami dijadwalkan melakukan pelepasan lampion di sebuah lapangan SD dekat dengan homestay. Awalnya tak ada yang berhasrat untuk ikut karena hampir semua dari kami sudah terkapar akibat kelelahan. Namun karena dipaksa, satu per satu segera beranjak. Sementara aku begitu excited malam itu. Wajar saja, ini kali pertama aku ikut acara pelepasan lampion demikian.
Asap pemanggangan ikan sudah terasa hingga ruang rumah penduduk yang kami tumpangi. Wangi sekali! Rasa lapar sudah mulai membungkah. Berhubung makan malam dirangkap dengan BBQ, kami pun tetap sabar menanti waktu makan yang bakal larut malam. Sebelum bersantap, kami dijadwalkan melakukan pelepasan lampion di sebuah lapangan SD dekat dengan homestay. Awalnya tak ada yang berhasrat untuk ikut karena hampir semua dari kami sudah terkapar akibat kelelahan. Namun karena dipaksa, satu per satu segera beranjak. Sementara aku begitu excited malam itu. Wajar saja, ini kali pertama aku ikut acara pelepasan lampion demikian.
Sebelum menutup malam dengan istirahat,
kami begitu antusias menyambut hidangan ikan bakar yang kelihatannya sederhana.
Namun tiba saat dicicipi, ikan bakar jenis Tenggiri berukuran besar hasil
tangkapan nelayan itu amat manis dan lembut. Terasa segar saat menyentuh lidah,
ditambah dengan bumbu pedasnya, membuat rasa ikan menjadi semakin lengkap. Kami
pun memuji kenikmatan BBQ malam itu dan segera beranjak merebahkan badan, persiapkan
diri untuk petualangan keesokan hari mendaki Gunung Anak Krakatau.
Ya, malam pelepasan lampion memang sukses.
Kebersamaan tertumpah di lapangan nan gelap itu. Bukan soal berpartisipasi
saja, tetapi bagaimana membentuk kesatuan dan kebersamaan menerbangkan lampion demi
lampion dalam satu kelompok menjadi pembelajaran yang begitu berharga. Kami menikmatinya!
Anak Krakatau adalah gunung aktif yang sudah
melegenda sejak ratusan tahun lalu akibat megaletusan Gunung Krakatau menguncang
dunia. Gunung ini terletak sekitar tiga jam perjalanan dari Pulau Sebesi. Untuk
mendapat matahari pagi atau sunrise, kami dijadwalkan berangkat pukul empat
subuh. Ya, keindahan memang harus dibayar dengan mahal!
Salah satu alasan tergerak ikut dalam
trip kali ini pun adalah keinginan untuk kembali merayakan kemerdekaan
Indonesia di puncak gunung. Sama seperti beberapa tahun lalu ketika aku dan
rekan sesama pendaki kerap merayakannya di puncak-puncak tertinggi di Sumatera Utara (Gunung Sinabung dan Sibayak). Aku merindukan momen itu kembali, aku rindu
menginjakkan kaki dan berkeringat lagi mendaki setiap tantangannya, ya, demi menikmati keindahan tersembunyi di puncak itu. Hampir setiap gunung
punya tipikal yang sama, yaitu masing-masing punya kejutan menarik bagi para
pengunjungnya. Tak terkecuali akan besarnya harapan yang kusematkan dari Gunung
Anak Krakatau.
Gunung Anak Krakatau yang sudah
dijadikan sebagai cagar dan pusat laboratorium alam itu memang sudah ramai
dikunjungi. Apalagi hari itu tepat perayaan kemerdekaan Indonesia ke-70.
Tertanggal, Senin, 17 Agustus 2015, di pagi-pagi buta kami mengarungi lautan
lepas Selat Sunda. Pengalaman yang tak akan ku lupa!
Ombak pagi itu memang tak sekencang
kemarin. Sehingga hampir semua dari teman-teman segera memasuki alam tidur di atas kapal nelayan, dan kemudian
kembali lagi bersemangat menanti petualangan setelah matahari sedikit-sedikit mulai
muncul. Dari kejauhan, Gunung Anak Krakatau berdiri dengan gagahnya. Gundul dan
bulat, hanya tampak sedikit pohon di sekitarnya. Kami mulai mendekat dan kapal perlahan
melaju mencari sudut untuk menepi.
Sama seperti perkiraanku sebelumnya, gerbang
masuk gunung dipenuhi dengan gerombolan-gerombolan manusia. Sejumlah kapal berlabuh
berderetan di tepi pulau. Dan ku saksikan bendera merah putih berkibar
dimana-mana. Banyak pula yang mengenakan busana dominan berwarna Merah dan
Putih. Hanya ada satu pondokan di sana, satu toilet darurat yang hanya ditutupi
dengan plastik tenda biru seadanya dan air asin penyiraman yang tercium begitu amis.
Berbeda dengan pulau-pulau lain, pulau yang satu ini berpasir hitam dan pepohonan
yang rindang membuatnya terasa seperti hutan tropis pada umumnya.
“Wah,
bakal ramai ini,” imbuhku. Pemimpin trip mengarahkan kami terlebih
dahulu bersantap pagi sebelum melakukan pendakian. Bagaimana pun suhu panas dan
terik matahari pagi akan melemahkan fisik, jadi ada baiknya mengisi tangki terlebih
dahulu.
Lalu tak lama kemudian kami segera
beranjak, memulai pendakian yang sudah begitu lama ku rindukan. Jelas saja, htan
pinus yang kami lewati hanya berkisar tak lebih dari puluhan meter kemudian
disusul dengan tanjakan tajam berupa pasir hitam panas sekitar puluhan meter menuju
puncak. Pasir hitam hanya ditumbuhi beberapa pohon pinus, selebihnya hanya gundukan
batu-batu kecil dan pasir berabu yang amat licin. Dan ini adalah kali pertamaku
mendaki gunung gundul berpasir demikian licinnya. “Pasti mirip sekali dengan Mahameru,” ucapku dalam hati. Masih teringat
dibenakku betapa girangnya aku, sampai-sampai meninggalkan teman-teman lain di
belakang. Aku begitu tertantang menaklukkan track menanjak berpasir hitam itu. Ada
keinginan untuk segera tiba di puncak dan menimati kejutan yang dimilikinya. Namun
sekali-kali aku mengarahkan pandang kepada teman lain yang jauh tertinggal di
belakang, mereka dengan segala kemeriahannya, berjalan sembari mengabadikan momen
tersebut.
Sedikit tips saat mendakian Anak Krakatau, yaitu akan lebih baik menggunakan sandal atau sepatu gunung yang ringan. Bagi yang kesulitan melakukan pendakian menanjak, ada jalur alternatif lain di sebelah kiri track utama, jalanannya terbilang ringan dan mudah. Jangan membawa barang-barang berat, sebisa mungkin tinggalkan di kapal serta jangan lupa membawa topi atau penutup kepala dan masker untuk menghindari diri dari debu pasir.
Di puncaknya, keindahan sudah menanti untuk di nikmati. Di sisi bagian kanan, terdapat sebuah gunung tinggi dan gagah yang dipisahkan oleh hamparan lautan. Di sisi bagian kiri terdapat hamparan Selat Sunda dan gugus-gugus pulau. Sedang di bagian puncak tepat di sisi depan gunung, terdapat kawah besar bekas letusan gunung berapi sebelumnya. Banyak sekali rombongan yang merayakan kemerdekaan di atas sana. Tak ubah seperti perayaan upacara bendera, kami mengibarkan sangsaka Merah Putih. Lantunan lagu kebangsaan ‘Indonesia Raya’ terasa syahdu. Setiap kami berdiri tegap sembari memberi penghormatan tertinggi bagi tanah air.
Perayaan ini menjadi momen paling berkesan bagiku. Nikmat sekali! Namun mentari yang semakin terik membuat kami harus segera turun. Waktu menunjukkan pukul sepuluh, sudah waktunya pulang. Ku ucapkan selamat tinggal untuk terakhir kalinya untuk gunung yang satu ini, gunung yang menumbuhkan hasrat untuk kembali lagi di lain waktu. Ya, bila waktu mengizinkan.
Pulau Lagoon Cabe
Siluet di puncak Anak Krakatau |
Sedikit tips saat mendakian Anak Krakatau, yaitu akan lebih baik menggunakan sandal atau sepatu gunung yang ringan. Bagi yang kesulitan melakukan pendakian menanjak, ada jalur alternatif lain di sebelah kiri track utama, jalanannya terbilang ringan dan mudah. Jangan membawa barang-barang berat, sebisa mungkin tinggalkan di kapal serta jangan lupa membawa topi atau penutup kepala dan masker untuk menghindari diri dari debu pasir.
Di puncaknya, keindahan sudah menanti untuk di nikmati. Di sisi bagian kanan, terdapat sebuah gunung tinggi dan gagah yang dipisahkan oleh hamparan lautan. Di sisi bagian kiri terdapat hamparan Selat Sunda dan gugus-gugus pulau. Sedang di bagian puncak tepat di sisi depan gunung, terdapat kawah besar bekas letusan gunung berapi sebelumnya. Banyak sekali rombongan yang merayakan kemerdekaan di atas sana. Tak ubah seperti perayaan upacara bendera, kami mengibarkan sangsaka Merah Putih. Lantunan lagu kebangsaan ‘Indonesia Raya’ terasa syahdu. Setiap kami berdiri tegap sembari memberi penghormatan tertinggi bagi tanah air.
Perayaan ini menjadi momen paling berkesan bagiku. Nikmat sekali! Namun mentari yang semakin terik membuat kami harus segera turun. Waktu menunjukkan pukul sepuluh, sudah waktunya pulang. Ku ucapkan selamat tinggal untuk terakhir kalinya untuk gunung yang satu ini, gunung yang menumbuhkan hasrat untuk kembali lagi di lain waktu. Ya, bila waktu mengizinkan.
Pulau Lagoon Cabe
Lamanya waktu yang dihabiskan di puncak
anak Krakatau, membuat jadwal kami sedikit tergeser. Rencana snorkeling di
Pulau Lagoon Cabe, yang terletak dekat dengan Pulau Krakatau harus tertunda. Tak
ada snorkeling terakhir kali bagi kami. Dan kami harus segera bertolak menuju
homestay. Hasrat hendak menceburkan diri untuk terakhir kalinya pun pupus
sudah. Tak ada kesempatan lagi untuk melawan rasa benci pada air garam lautan
yang begitu lengket di kulit. “Oke, tak apa,” ucapku dalam hati.
Pulau Sebesi & Go Home
Pulau Sebesi & Go Home
Waktunya pulang! Bertolak menuju homestay,
makan siang dan beres-beres. Dua hari satu malam sudah berakhir, dan waktunya
kembali menjalani kehidupan. Di sela-sela persiapan mandi, makan siang, kami
manfaatkan untuk ngobrol sembari ngerujak bersama. Dengan penuh bujuk rayu,
kami pun akhirnya berhasil mencicipi mangga milik penduduk yang berbuah lebat
di pekarangannya. “Ahhh, dasar wanita!” tandasku.
Pesan
Moral
Kondisi saat pulang di kapal kayu |
Sunset mengiringi kepulangan kami sore itu |
Meski sepanjang perjalanan aku tak
terlalu banyak bicara, namun aku tetap mendengar. Aku tetap belajar tentang
banyak hal. Menyaksikan setiap tingkah orang-orang di sekitar membuatku semakin
mengenal pribadi. Oh, ya, sepanjang perjalanan aku justru memilih belajar tentang
hal-hal lain. Belajar ngobrol ringan dengan awak kapal dan menanyakan berbagai
hal seadanya. Aku juga belajar tentang cara kerja para nelayan saat
mengemudikan kapalnya, bagaimana mereka melepaskan jangkar di dasar laut, dan
bagaimana mereka menguasai kapal menghindari terpaan ombak. Bagiku, mereka
adalah pahlawan, pahlawan yang sudah membawa kami merdeka menikmati liburan. Meski
sayangnya, aku lupa mengucapkan terima kasih untuk terakhir kalinya pada mereka.
Berlibur memang dimakna secara berbeda oleh setiap orang. Namun bagiku, liburan bukan soal mendapatkan kenikmatan di tempat tujuan, atau mendapatkan pelayanan terbaik dari penyedia trip, jauh daripada itu liburan adalah mendapatkan pembelajaran baru dari alam, orang-orang baru yang kita temui dan dari apa yang kita dengar dan lihat.
Berlibur memang dimakna secara berbeda oleh setiap orang. Namun bagiku, liburan bukan soal mendapatkan kenikmatan di tempat tujuan, atau mendapatkan pelayanan terbaik dari penyedia trip, jauh daripada itu liburan adalah mendapatkan pembelajaran baru dari alam, orang-orang baru yang kita temui dan dari apa yang kita dengar dan lihat.