Sepatu ku Membawa ku Memandang Indonesia. Atas, Bawah, Laut & Darat, Ia Kaya!

Jogja-Solo, A Little Bit Off the Beaten Path (1)



Setiap kali wisatawan yang saya tanyakan seputar Yogyakarta, satu kalimat yang selalu terucap, yaitu “kota yang ngangennin banget”. 

Namun buat saya yang pertama kali berkunjung ke kota yang kental dengan budaya Jawa Keraton ini adalah ketenangannya. Ahh, Ijinkanlah aku untuk s’lalu pulang lagi (Kla Project ~Yogyakarta). 

Bulan Maret tepat liburan panjang, jejalan di mulai lagi. Jalan kali ini sedikit mengharu biru. Sebagai pejalan yang nggak pengen hamburin uang lebih untuk jalan, maka trip backpacker kembali diluncurkan. Prinsip ‘jejalan hemat’ tetap dipegang, dan hingga pada akhirnya kami harus sudah pesan tiket kereta satu bulan sebelumnya. Jakarta (Senen)- Semarang (Tawang) – Yogyakarta – Solo – Bandung. Quite long right? It’s called a little bit off the beaten path (nyengir). 

Naik kereta api kelas bisnis sih terbilang nyamanlah. Tapi jangan harap dengan kereta api kelas ekonomi, sesuatu yang tragis akan terjadi dengan tulang-tulang kamu guys. *just info




Nah, tibalah perjalanan ( 2 cowo + 4 cewe) ini dimulai. Saya masih ingat lama perjalanan dari Senen – Tawang itu mulai dari pukul 08.00 malam (Jakarta) – 4.00 subuh (Semarang). Dari sana, kami naik bus tujuan Yogyakarta yang namanya lumayan kontroversial buat saya dan salah satu teman, yakni bus bertuliskan ‘sumber waras’ – bus yang aneh ya. 

Dalam perjalanan Semarang – Yogyakarta, kita bakal lewatin kota Magelang yang nggak asing dengan kota dimana bangunan sejarah Candi Borobudur berada. Jarak dari kota Magelang ke dalam candi memakan waktu kira” 1 jam. Wisata yang satu ini jadi salah satu favorit para wisatawan, hal ini udah jadi rahasia umum guys. Nah, perjalanan ke Yogyakarta memakan waktu 4 jam. Setiba disana, kita langsung ke Parangtritis.
Satu hal yang paling membuat saya terkesan pertama kali tiba di Yogyakarta adalah unsur seninya yang sangat kuat. Ada saja ukiran-ukiran dan patung-patung yang erat hubungannya dengan unsur-unsur budaya kerajaan atau Keraton di sepanjang jalan yang kita lalui. Selain itu, kesederhanaan dan keramahan masyarakatnya menjadi pemandangan yang patut disyukuri. 

Sayangnya, Pantai Parangtritis yang terletak sekitar 27 km di bagian Selatan Kota Jogja ini tak berhasil membuat saya terkesima atau takjub. Suasana dan pemandangannya terbilang biasa saja. Hanya bedanya terletak pada ombaknya yang ganas dan kerap disebut-sebut misterius. Hampir tak ditemukan aktifitas nelayan atau olahraga berselancar di sana.





Setelah puas bercengkrama dan menikmati semilir angin sorenya, kami pun beranjak menuju kota berencana menginap semalam, mencicipi kebiasaan malam di pinggiran jalan Malioboro - salah satu tujuan besar wisatawan. Di sana, saya kembali takjub dengan banyaknya angkringan unik dan seru, salah satu budaya Indonesia yang kudu dilestariin, yakni makan dilesehan. Malam itu kami makan lesehan dipinggiran jalan dengan penerangan yang seadanya namun terasa sangat menyenangkan. Suasana disekelilingnya ramai sekali, rembulan bahkan begitu gemerlapnya. Semalam suntuk Yogyakarta dengan beragam jajanannya, kesibukannya dan budayanya pun jadi milik kami. 





Jogja itu disebut kota serba murah. Bayangkan, angkringan yang disebut juga nasi kucing saja hanya Rp5 ribu paling banter, dan kita udah kenyang banget. Selain itu, ada yang lebih unik lagi yakni menu 'KOPI JOSS' nya. Kopi ini disedu dengan air mendidih bersama gula dan kopi bubuk, lalu ditambahkan dengan arang panas. Saat arang panas dicelupkan, maka terdengarlah bunyi josss pada kopi. Rasanya yang khas dan panas akan menemani Anda menikmati kota Yogyakarta di malam hari. Kopi Joss sudah jadi minuman khas angkringan di Jogja. Kopi ini dikenal berkhasiat menghilangkan penyakit seperti kembung, mules yang telah dipercaya dari masa ke masa. Hmm, minuman aneh yang belum pernah saya jumpai dimana pun kecuali di Jogja.

Malioboro, bagian Yogyakarta yang berbatasan dengan Tugu dan Stasiun Kereta Api Jogja tampak sangat sumpek oleh wisawatan dari berbagai kota. Satu dengan yang lainnya sibuk memasuki satu toko ke toko lain yang berjejer sepanjang Malioboro. Para wisatawan kelewat sibuk di sana sini memilih buah tangan untuk dibawa pulang. Yang pasti jangan harapkan bila tempat yang satu ini menawarkan Anda suasana tenang dan teduh. 

Dan dipenghabisan berjejalan di Yogyakarta kali ini ditutup dengan trend selfie masa kini. Prambanan, Keraton dan beragam wisata lain yang masih tertunda dikunjungi saat itu, bisa saja jadi alasan bagi saya untuk kembali lagi di lain waktu. 
 
-------------------------Lori Mora----------------------------

Powered by Blogger.